LDII Sulawesi Tengah - Sudah sejak pertengahan Februari 2013 kemarin saya mulai rajin jogging, tiga kali seminggu. Saya memilih sore hari karena memang saat itulah yang relatif lebih longgar. Awalnya, pilihan pertama adalah keliling Lapangan Vatulemo di depan Kantor Walikota Palu. Hanya tiga putaran, dan itu berarti hanya menempuh jarak dua kilometer kurang sedikit. Kesempatan kedua, saya berhasil menempuh lima putaran atau tiga kilometer lebih (juga sedikit). Setelah beberapa kali di sana, saya berpindah lokasi di halaman parkir Bandara Mutiara-keluar-dan masuk kembali. Udara di sini, bandara, sejuknya luar biasa dan nyaris tanpa karbon monoksida dari knalpot kendaraan bermotor. Meskipun demikian, jarak tempuh saya rata-rata memang hanya 3 kiloan.
Kompleks Lapangan Vatulemo Kota Palu, Google Earth. (Dok. DPW LDII Sulteng). |
Nah, akhir-akhir ini saya tidak ke kedua tempat itu lagi. Pertama, untuk kesana harus naik kendaraan sekitar 15 menit. Pulang-pergi ketemunya 30 menit. Selain itu juga makan bensin. Kedua, waktu untuk berangkat dan pulang ke masing-masing lokasi di atas hampir sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk berlari sejarak tiga kilo tadi. Maka, sekarang, setelah mengenakan sepatu kets, saya segera keluar rumah dan berlari di jalan beraspal. Hampir tepat tiga puluh menit kemudian, saya sudah tiba kembali di depan rumah dan berhasil menempuh jarak standar, 3 kilometer. Saya setengah terpaksa menelusuri Jl. Dewi Sartika Kota Palu, Sulteng, karena padatnya lalu lintas.
Salah satu ‘pejogging’ sedang berjalan di seputaran Vatulemo Kota Palu. (Dok. DPW LDII Sulteng) |
Hasilnya? Setelah satu bulan, diikuti dengan memperbanyak konsumsi sayuran, berat badan turun dua kilogram. Juga, badan terasa lebih bugar dan bertenaga. Berita positif lainnya adalah dua pantalon saya bisa kembali direst hingga habis di ujung atas.
Beberapa kali memang muncul rasa malas. Apalagi selalu ada rasa sakit pada betis bagian atas dan paha bagian belakang saat melewati empat tiang listrik pertama, dua ratus meter. Juga, yang pasti, dada terasa panas, mulut kering, dan hidung gatal-gatal seperti dihinggapi lalat saat tidur siang. Namun, sejauh ini saya berhasil memaksa diri untuk bangun dan berlari. Kenapa?
Pasalnya, menurut perhitungan standar BMI (Body Mass Index), berat badan saya kelebihan sekitar 8 kilogram. Padahal, pola makan tidak mengalami perubahan, alih-alih naik. Baru sekitar pertengahan Maret saya ketahui bahwa pria di atas 40 tahun memang cenderung bertambah gemuk. Adalah Yahoo! yang merilis informasi itu. Saya tidak ingat detil angkanya. Katanya, kira-kira begini, sebelum 40 tahun badan kita menyerap sekitar 2.200 kkal perhari. Maka, jika kita makan seukuran itu tidak akan menambah berat badan. Semua terserap. Setelah lewat usia itu, badan kita hanya mampu menyerap 2.000 kkal. Bila pola makan tetap, berarti ada sekitar 200 kkal yang tidak terserap dan diubah menjadi timbunan lemak.
Kemudian, awal April, Yahoo! memberitakan bahwa perut buncit karena kegemukan juga mengganggu kerja ginjal, memicu penyakit jantung, dan sederet dampak mengerikan lainnya. Sudah banyak teman, saudara, dan handaitaulan yang menderita berkepanjangan karena tidak mampu menjaga pola makan. Ditambah lagi, dunia kerja terkini didominasi posisi duduk berlama-lama. Akibat dari keduanya sudah jelas : kegemukan, dan ujung-ujungnya penyakit.
Dalam pikiran saya, penderitaan orang lemah karena sakit itu ada tiga : tidak menghasilkan, keluar biaya, dan rasa sakit itu sendiri. Padahal, kita membutuhkan kesehatan untuk melaksanakan berbagai aktivitas yang nyaris tak terbatas. Sudah pasti jauh lebih nyaman hidup sehat dari pada sakit. Orang-orang terdekat kita seperti keluarga, tetangga, rekan bisnis, dan banyak lagi yang lain, membutuhkan kita dalam keadaan sehat (dan kuat).
Telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah, r.a., Rasulullah SAW bersabda :
Orang iman yang kuat, adalah lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada orang iman yang lemah. Masing-masing mempunyai kebaikan. Bersemangatlah pada apa-apa yang bermanfaat bagimu dan janganlah kamu lemah. (Sunan Ibni Majah, Sahih).
Siklus hidup semua makhluk sudah diatur Allah. Akan tetapi satu hal sudah jelas : Yang Kuat Yang Disuka!
Wallaahu a’lam bisshawwab.
Anas Y. Karnain
Wakil Ketua DPW LDII Prov. Sulteng
2 komentar:
setuju banget.
apalah arti ni'mat yg kita terima tanpa dilengkapi dengan kesehatan.
Sehat membuat ibadah kita lebih nikmat.
Posting Komentar